BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan
keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat
manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan
keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan
juga tidak terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi
alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan.
Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu
yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan. Berdasarkan fenomena
diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah
serta Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian keperawatan medikal bedah?
2.
Bagaimana trend dan issue dalam keperawatan medical bedah?
3.
Bagaimana
isu aspek legal?
4. Bagaimana trend
keperawatan medikal bedah dan implikasinya di Indonesia?
5.
Bagaiman
trend keperawatan mandiri masa kini?
1.3 TUJUAN
1.
Mengidentifikasi
trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
2.
Mengidentifikasi
issue dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
3.
Mengetahui
implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di Indonesia
4.
Mengetahui
issue aspek legal dalam keperawatan professional
5.
Mengetahui
trend keperawatan mandiri masa kini.
1.4 MANFAAT
1.
Meningkatkan
pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan medikal bedah
di Indonesia
2.
Sebagai
dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
3.
Mengetahui
keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang berkembang
dalam bidang kesehatan
4.
Sebagai
landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERIAN
Keperawatan medical bedah adalah : Pelayanan profesional
yang didasarkan Ilmu dan teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan
bio-psiko-sosio-spiritual yg komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau
yg cenderung mengalami gangguan fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur
akibat trauma.
Keperawatan medical bedah merupakan bagian dari keperawatan,
dimana keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan
bio-psiko-sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada individu, keluarga
dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan dengan alasan :
kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan pengetahuan, dan
ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri akibat
gangguan patofisiologis, (CHS,1992).
2.2 TREND DAN ISSUE DALAM KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH
Seluruh bidang pelayanan kesehatan sedang berubah dan tidak
satupun perubahan yang berjalan lebih cepat dibandingkan yang terjadi di bidang
perawatan akut. Di sini, perawat memberikan bantuan langsung baik untuk pasien
maupun keluarga yang menghadapi penyakit atau cedera. Hal ini memberikan suatu
tantangan yang sangat menyenangkan dan nyata bagi perawat. Tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan perawatan ini membutuhkan perencanaan dan pencatatan yang
yang dengan jelas mengidentifikasi masalah-masalah dan intervensi-intervensi,
juga perencanaan perawatan kesehatan jangka pendek dan panjang untuk individu
dan keluarga.
Di bidang perawatan yang tengah berubah ini, yang bakal
terjadi pada tahun 1989, kami mencatat tujuh trend utama yang kami yakin akan
mempunyai dampak berkepanjangan pada perawatan dan perawatan pasien, yaitu:
1.
Penurunan biaya perawatan kesehatan
Implementasi dari kemungkinan reimbursemen (pengembalian
uang) yang dimulai dengan pasien Medicare yang menggantikan fokus
pelayanan kesehatan menjadi pembendungan biaya. Rumah sakit telah menanggapi
pengurangan biaya perawatan dengan mengurangi jumlah tempat tidur dan staf.
Selain itu, meskipun perawatan pasien di rumah sakit menjadi lebih singkat,
namun pasiennya lebih parah, mengakibatkan peningkatan kebutuhan asuhan
keperawatan dan kelebihan beban kerja. Keadaan ini telah mewajibkan bahwa
keperawatan meninjau kembali standar minimum dari perawatan sementara tetap
mempertahankan dan memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Sebagai akibat
dari perubahan ini, perawat harus berfungsi lebih efektif. Karena belum pernah
sebelumnya, rencana perawatan pasien harus mencerminkan persiapan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien dan standar-standar perawatan di bawah
tekanan-tekanan keterbatasan waktu dan sumber daya yang lebih sedikit.
2.
Perhitungan biaya asuhan keperawatan
Perhatian profesi oleh karenanya terfokus pada biaya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dalam kondisi prospektif pengembalian
uang, baiaya lebih sedikit, waktu yang terbatas, dan pengurangan jumlah tempat
tidur dan staf. Perhitungan kontribusi keperawatan pada perawatan pasien dapat
digunakan untuk menentukan biaya pemberian asuhan pada pasien khusus. Dengan
menghitung waktu keperawatan, membutuhkan pengidentifikasian tingkat asuhan
keperawatan yang diperlukan bagi setiap pasien, yang dapat digunakan untuk
“pajak” langsung dari sumbangan pelayanan. Pada rumah sakit-rumah sakit yang
telah menarik pajak untuk pelayanan keperawatan, rencana asuhan pasien sudah
merupakan bagian integral dari penyesuaian biaya asuhan keperawatan.
Penjabaran tentang bidang keperawatan telah menjadi
tantangan yang berkelanjutan sejak awalanya profesi kita. Tentang apa
dan bagaimana dari bidang keperawatan telah dijelaskan pada
bagian-bagian dalam sejumlah publikasi yang telah adayang membantu
operasionalisasi pekerjaan keperawatan. Publikasi ANA tahun 1980 Nursing: A
Social Policy Statement menggambarkan keperawatan sebagaidiagnosa dan
tindakan dari respons manusia terhadap masalah-masalahkesehatan aktual dan
potensial. Asosiasi Diagnosa Keperawatan Amerika Utara (NANDA) mengembangkan
taksonomi (1989) yang memberikan skema klasifikasi awal untuk mengkategorikan
dan membuat penggolongan label-label diagnosa keperawatan. Definisi NANDA
tentang diagnosa keperawatan (1990) lebih lanjut memperjelas tahap kedua proses
keperawatan (mis., identifikasi masalah/diagnosa), Standar of Clinical
Partice ANA, (1991) menggambarkan proses asuhan keperawatan pasien dan
mengidentifikasi standar-standar untuk kinerja (performa) profesional (Tabel
1-1)
Kemajuan ilmu pengetahuan diteruskan dengan AHCPR
(departemen kesehatan dan agensi pelayanan kemanusiaan untuk kebijakan dan
penelitian pelayanan kesehatan Amerika)yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kualitas, ketepatan, dan keefektifan pelayan asuhan kesehatan dan akses untuk
pelayanan ini. Yang pada akhirnya, pertemuan multi disiplin dari para praktisi
(termasuk perawat) telah memulai proses yang sulit dalam pembatan
pedoman-pedoman praktik klinik yang ditujukan untuk situasi khusus perawatan
pasien. Pedoman-pedoman ini dimaksudkan untuk membantu pemberian asuhan
kesehatan dalam pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan penatalaksanaan situasi
klinik. Mereka sumber daya yang memungkinkan perawatan pasien dievaluasi,
pemberi asujhan kesehatan menjalankan tanggung gugat, dan pembayaran jasa
disesuaikan. Pada trbitan ini, 4 pedoman praktik klinik diterbitkan dan
tersedia gratis. Keempat terbitan tersebut adalah:
·
Penatalaksanaan
Nyeri Akut: Prosedur Operatif atau Medikal dan Trauma
·
Inkontinensia
Urine pada Orang Dewasa
·
Ulkus
karena Tekanan
·
Anemia
Sel Sabit
Pada tahun 1992, Iowa Intervention Project: Nursing
Interventions Clasification (NIC) juga telah mengalihkan perhatian kita
pada isi dan proses asuhan keperawatan dengan mengidentifikasi dan
menstandarisasi beberapa aktifitas perawatan langsung yang dilakukan perawat.
3.
Pengurangan lamanya dirawat
Ketentuan dari perawatan yang dibuat dengan keinginan
sendiri harus direncanakan dan diberikan dengan kontinuitas sejalan dengan
penurunan masa perawatan. Banyak pasien yang meninggalkan rumah sakit lebih
dini masih membutuhkan perawatan kesehatan. Rumah sakit menanggapi kebutuhan
ini dengan membuat ruangan/tempat tidurperawatan transisi, membuat agensi
perawatan kesehatan sendiri, atau menyewa koordinator yang berlandaskan rumah
sakit untuk kerja dengan agensi pelayanan kesehatan swasta. Perawat memikul
ttanggung jawab yang besar untuk memastikan bahwa pasien yang pulang pada waktu
sesuai dengan penggolongan kelompok diagnosis yang berhubungan. Perencanaan
pulang yang agresif harus dimulai pada penerimaan di unit medikal/bedah dan
menggabungkan pengetahuan tentang sumber-sumber rumah sakitdan komunitas yang
tersedia untuk pasien.
Untuk mempermudah pemulangan dini tetapi aman dan untuk
menjamin kontinuitas perawatan, banyak batasan-batasan unit tradisional
dilanggar. Manager keperawatan-kasus mengikuti pasien dari penerimaan sampai
unit perawatan umum hingga pemulangan kembali ke komuniti dalam suatu upaya
untuk mencapai hasil yang optimal. Rencana perawatan terkoordinasi yang efektif
dapat membantu menjamin kontinuitas perawatan antara sistem pelayanan kesehatan
dan rumah atau agensi yang menerima pemindahan.
Standar-Standar Praktik Keperawatan Klinik
a. Standar-standar Asuhan
1.
Pengkajian:
Perawat mengumpulkan data kesehatan pasien
2.
Diagnosis:
Perawat menganalisis data pengkajian dalam memnentukan diagnosa
3.
Identifikasi
Hasil: Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual bagi
klien
4.
Perencanaan:
Perawat mengembangkan rencana asuhan yang menggambarkan intervensi untuk
mencapai hasil yang diharapkan
b. Standar
Performa Profesional
1.
Kualitas
Asuhan: Perawat secara sistematis mengevaluasi kualitas dan efektivitas praktik
keperawatan
2.
Penilaian
Performa: Perawat mengevaluasi prktik keperawatannya sendiri dalam hubungannya
dengan standar-standar praktik profesinal dan undang-umdang serta peraturan
yang relevan
3.
Pendidikan:
Perawat mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan terbaru dalam parkatik
keperawatan
4.
Kolegialitas:
Perawat memberikan sumbangsih pada perkembangan profesional teman sejawat ,
kolega dan lain-lain
5.
Etik:
Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan perawat atas nama klien ditentukan
dalam cara-cara yang sesuai etika
6.
Kolaborasi:
Perawat berkolaborasi dengan klien, orang terdekat, dan pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam memberikan perawatan klien.
7.
Riset:
Perawat menggunakan temuan-temuan riset dalam praktik
8.
Penggunaan
sumber: Perawat mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan
keamanan, efektifitas, dan biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan pada
klien
4.
Peningkatan kepercayaan terhadap
teknologi tinggi
Dalam lingkungan “bermusuhan” dari masyarakat yang tunduk
pada hukum, praktik kedokteran defensif telah mengakibatkan
peningkatan ketergantungan pada teknologi diagnostik dan intervensi pengobatan
yang canggih. Beberapa tahun yang lalu sebelum “tekti” menjadi suatu
kecenderungan, perawat-perawat menunjukkan perhatian bahwa pasien dalam bahaya
kematian diantara selang-selang, alat pemantau, dan mesin-mesin karena
teknologi yang kompleks menjadi bagian yang meningkat dengan pesat dalam
perawatan kesehatan. Hal ini mengarahkan perawat-perawat untuk menjadi
penasehat hukum bagi individualitas pasien, konsep holistik tentang interaksi
“pikiran-jiwa-tubuh”, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dilema isu-isu etik
seperti kualitas hidup/hak untuk mati. Menyertakan konsep-konsep ini dan
pertimbangan dari latar belakang budaya/sosioekonomi individual dapat
memudahkan pencapaian keseimbangan antara kemajuan teknologi dan
kebutuhan-kebutuhan manusia
5.
Kebutuhan akan pengetahuan
keperawatan tahap lanjut
Intervensi keperawatan intensif dibutuhkan untuk menagatasi
peningkatan akuitas pasien dalam menghadapi lamanya dirawat yang lebih singkat
didalam lingkungan medikal/bedah. Perawat membutuhkan keahlian-keahlian klinik
yang lebih baik, kematangan, kemampuan berpikir kritis, keasertifan, dan
ketrampilan-ketrampilan penatalaksanaan pasien untuk mengatasi peningkatan
tanggung jawab ini.
Program-program sertifikasi keperawatan spesialis memberikan
tujuan-tujuan yang umum: untuk memberikan perlindungankonsumen, untuk memajukan
pengetahuan dan kompetensi keperawatan, untuk meningkatkan otonomi keperawatan,
dan untuk memperkuat kolaborasi. Sertifikasi memberikan pengakuan pada hasil
yang telah dicapai perawat tentang standar-standar yang sebelumnya telah
ditetapkan oleh kelompok yang mengeluarkan sertifikasi, dan oleh karenanya
sertifikasi ini menjadi sesuatu yang penting dalam era yang semakin
memperhatikan biaya karena para manajer mencari para profesionalyang kompeten
untuk di pekerjakan. Selain itu, kepercayaan semacam ini bisa menjadi kerangka
kerja untuk reimbursement oleh pembayar ketiga.
6.
Kebutuhan akan kolaborasi dan
komunikasi
Sejalan dengan pemberian pelayanan kesehatan yang makin
kompleks dan makin terpusat secara ekonomis, kebutuhan akan komunikasi dan
kolaborasi antar profesi-profesi kesehatan makin tinggi. Hanya melalui
kolaborasi anatar departemen, pelayanan-pelayanan, serta fasilitas-fasilita
memungkinkan profesional-profesional medikal memberikan perawatan yang
paling efisien dan komprehensif. Perawat sebagai koordinator primer keseluruhan
perawatan pasien, berkewajiban untuk menjamin bahwa hal ini berlangsung.
Komunikasi dan kolaborasi intradepartemen dapat dilakukan
dalam bentuk konferensi perawatan pasien. Informasi yang didapatkan dari
konferensi ini dimasukkan ke dalam rencana perawatan yang menyeluruh oleh
perawat, yang bekerja sebagai penghubung antara pemberi perawatan kesehatan.
Jadi, rencana perawatan dan pencatatan komunikasi yang terjadi terus menerus
berfungsi sebagai parantara antara perawat dan disiplin lain.
Pasien dan keluarga, karena mempunyai tanggung jawab untuk
mereka sendiri (kontrol lokus-internal), juga turut serta dalam banyak
keputusan berkenaan dengan tingkat dan besarnya asuhan kesehatan yang mereka
inginkan. Hal-hal yang berkenaan dengan moral dan etik mereka, seperti
keputusan-keputusan no code/keinginan hidup, dengan tanggal, waktu, dan nama-nama
dari mereka, yang turut serta harus dimasukkan dalam rencana perawatan. Hal ini
memberikan pencatatan legal dan etik dari proses pembuatan
keputusan/komunikasi.
7.
Inovasi dalam perencanaan perawatan
melalui komputerisasi
Banyak perawat meyakini bahwa waktu mereka yang terbatas
lebih baik dihabiskan untuk pemberian perawatan pasien di tempat tidur daripada
mengisi kertas kerja. Penggunaan rencana perawatan tertulis hanya menunjukkan
devisi tugas fungsional dan kewajiban menghidupkan terus menerus gagasan bahwa
rencana-rencana perawatan adalah kerja sibuk, tidak berhubungan dengan
pemberian asuhan. Pembuatan kembali rencana asuhan untuk menggunakan
model-model keperawatan meningkatkan penggunaan dan memberikan pencatatan
singkat, memperlihatkan hubungan antara perencanaan dan pencatatan. Institusi
yang menggunakan laporan dengan komputer meningkatkan jumlah perencanaan
perawatan yang diberikan dan dipertahankan daripada yang terjadi sebelum
komputerisasi. Kenyataanya, sistem komputer telah memberikan dampak yang
menyenangkan pada proses, karena perawata-perawat dapat dengan cepat
memasukkan, menayangkan, memperbaiki, mengevaluasi, dan mencetak rencana
perawatan, sehingga meningkatkan kualitas penyimpanan catatan.
Kebanyakan sistem komputer menggunakan rencana asuhan
perawatan pasien yang baku, yang mencerminkan standar-standar perawatan yang
diterima untuk masalah-masalah medik/keperawatan tertentu. Banyak penggunaan
diagnosa keperawatan yang diterima untuk pengujian oleh NANDA. Karena rencana
yang dibuat dengan komputer mencerminkan banyak jenis pengetahuan dan
pengalaman keperawatan, hal ini memungkinkan praktisi yang baru sekali pun
untuk membuat strategi perawatan yang efektif. Rencana perawatan yang baku juga
berfungsi sebagai “penyegar ingatan” bagi perawat yang merawat pasien yang
tidak selalu mereka temui dalam area praktik klinik, sehingga memeberikan
informasi untuk meningkatkan praktik yang efektif. Selain itu rencana perawatan
yang baku ini memberikan pada semua perawat suatu cara yang efisien untuk
mengembangkan rencana asuhan yang komprehensif, diperbaiki secara kontinue,
mengindividualisasi, dan dapat dipertanggung jawabkan untuk masing-masing
pasien.
Mereka
yang memantau kecenderungan ini (juga staf perawat yang memberikan perawatan
langsung) dapat membuktikan bahwa kecenderungan ini telah benar-benar
menimbulkan, dan akan terus memiliki efek yang sangat mendalam pada profesi dan
praktik keperawatan.
2.3 ISU ASPEK LEGAL
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan
etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan.
Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya
praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator
harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang
menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek
perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan
malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit
pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka
diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek,
SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan
pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing mesti
terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek keperawatan,
penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan
keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya
mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan.
Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan
dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah:
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan
pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
- Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
- Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
- Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Perubahan yang cepat dalam
lingkungan perawatan kesehatan, sejalan dengan kemajuan kontinue teknologi,
peningkatan keparahan penyakit, tekanan-tekanan anggaran, dan perluasan
pengetahuan keperawatan, telah sangat meningkatkan tanggung jawab yang harus
diemban oleh perawat sekarang ini. Untuk memenuhi tanggung jawab ini,
perencanaan dan pencatatan perawatan adalah penting untuk memuaskan kebutuhan
pasien dan memenuhi kewajiban legal. Pencatatan dampak keperawatan pada
perawatan pasien juga memberikan informasi akan kebutuhan perawatan yang
berkelanjutan, hal-hal yang berkenaan dengan hukum, dan pembayaran.
2.4 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan
Implikasinya di Indonesia
Perkembangan
trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang
meliputi:
a)
Telenursing
(Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut
Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya
penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam
bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara
perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini
yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan,
mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit
kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia
(Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan
mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin
hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit
tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di
Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena
kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta
sarana prasarana yang masih belum memadai.
· Definisi :
1. Telenursing (pelayanan Asuhan
keperawatan jarak jauh) adalah penggunaan tehnologi komunikasi dalam
keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien. Yang menggunakan
saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam menstransmisikan
signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di definisikan sebagai
komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan optik, antar manusia
dan atau komputer 4)
2. Telenursing (pelayanan asuhan
keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada
jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa
perawat. Sebagai bagian dari telehealth, dan beberapa bagian terkait dengan
aplikasi bidang medis dan non-medis, seperti telediagnosis, telekonsultasi dan
telemonitoring.
3. Telenursing is defined as the
practice of nursing over distance using telecommunications technology (National
Council of State Boards of Nursing).
4. Telenursing diartikan sebagai
pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan keperawatan
jarak-jauh.
Aplikasinya
saat ini, menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara
fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video
conference (bagian integral dari telemedicine atau telehealth).
2.5 TREND
KEPERAWATAN MANDIRI MASA KINI
Perawat
sebagai pemberi pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok maupun individu.
Hal ini menyebabkan perawat selalu menjadi pusat perhatian dari masyarakat
maupun pasien yang dirawatnya. Mengikuti perkembangan perawatan dunia, para
perawat menginginkan perubahan yang mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau
tadinya hanya membantu tugas pelaksanaan tugas dokter, yang menjadi bagian dari
upaya pencapaian tujuan asuhan medis, kini mereka, menginginkan pelayanan
keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan
tanggungjawab dan tugaspun mulai bergeser yang dulu perawat hanya sebagai
perpanjangan dari dokter untuk merawat pasien selama 24 jam, kini tuntutan itu
sudah menjadi tanggungjawab profesi perawatan secara mandiri yang tentunya
mempunyai konsekuensi terhadap perawat tentang tanggungjawab dan tanggung
gugat, baik dari pasien, dokter, maupun profesi kesehatan lainya, dan bahkan
kadang harus mempertanggungjawabkan dirinya baik secara perdata maupun pidana
di pengadilan akibat kesalahan tindakan terhadap pasien maupun malpraktik yang
terjadi atas diri perawat itu, maupun bersama-sama dengan profesi kesehatan
lainya, seperti dokter, X-ray technician, Laboratorium Technician
Walaupun
Perawat mempunyai Induk organisasi Keperawatan PPNI, namun jika terjadi
kasus-kasus yang berhubungan dengan perawat ternyata masih belum mampu membantu
banyak penyelesaian yang dihadapi perawat, hal ini memyebabkan perlindungan
terhadap perawat masih sangat rendah, dikarenakan masih belum adanya
Undang-undang yang mengatur perlindungan terhadap perawat. Ternyata
resiko-resiko yang dihadapi oleh perawat tidak hanya berhenti sampai disitu
saja tentunya karena perawat sebagai tenaga pelayanan keperawatan yang berada
24 jam disamping pasien juga menghadapi berbagai resiko kesehatan akan
terjadinya infeksi silang berbagai macam penyakit dari pasien maupun kejadian
kecelakaan kerja akibat pekerjaanya seperti tertusuk jarum, nyeri pungung
sehubungan dengan pekerjaan mengangkat dan memindahkan pasien, bed making dan
bahkan sampai HNP (Hernia Nucleons Pulposus) yang berakibat kelumpuhan.
Ternyata
tanggungjawab dan resiko yang diemban perawat masih belum sebanding dengan upah
yang mereka terima rata-rata berkisar antara 400 rb – l jt rupiah, yang mana
masih jauh dibawah UMP (Upah Minimum Propinsi). Ketidak cukupan upah inilah
yang walaupun bukan faktor utama, akhirnya para perawat tedebak dalam kegiatan
"klinical practice", yang ilegal, yang mau tidak mau mereka, harus
melakukannya karena tuntutan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari yang memang
harus dipenuhi yang tidak dapat dicukupi dari upah yang diterimanya.
Saat
ini masih terjadi persepsi yang keliru di masyarakat tentang profesi
keperawatan di Indonesia. Persepsi keliru itu terjadi karena kesalahan
informasi yang mereka terima dan kenyataan di lapangan. Kondisi ini didukung
pula dengan kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan perawat seperti mengambilkan
stetoskop, tissue untuk para dokter. Masih banyak para perawat. yang tidak
percaya diri ketika berjalan dan berhadapan dengan dokter. Paradigma ini harus
dirubah, mengikuti perkembangan keperawatan dunia. Para perawat menginginkan
perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya, membantu
pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan
medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya
mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Institusi
pendidikan keperawatan sangat bertanggungjawab dan berperan penting dalam
rangka, melahirkan generasi perawat yang berkualitas dan berdedikasi. Pemilik
dan pengelola insititusi pendidikan keperawatan yang sama sekali tidak memiliki
pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi
dapat menjadi penyebab rendahnya mute lulusan dari pendidikan keperawatan yang
ada. Hal ini dapat di ukur dengan kalah bersaingan para Perawat Indonesia bila
di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipina dan India. Pemicu
yang paling nyata adalah karena, dalam system pendidikan keperawatan. kita
masih menggunakan "Bahasa Indonesia" sebagai pengantar dalam proses
pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat
global. Disisi lain dengan berkembangnya pola pelayanan kesehatan di Indonesia
memberikan kesempatan pada perawat untuk memperluas peran dan fungsinya,
sehingga perlu ditunjang dengan latar belakang jenjang pendidikan tinggi dalam
bidang keperawatan termasuk pendidikan spesialistik, sehingga mampu bekerja
pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak series, seperti penurunan mute pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Pada akhirnva keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri. Perawat harus bekerja sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.
Isu hangat di berbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak series, seperti penurunan mute pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Pada akhirnva keperawatan yang bermutu adalah suatu bentuk pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien sebagai pelanggan. Untuk mencapainya Perawat dapat memulai dari dirinya sendiri. Perawat harus bekerja sesuai standar praktek pelayanan keperawatan sesuai wewenang dan tangung jawabnya, selalu berupaya mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan serta sistem jenjang karir.
Selain
memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat di
Indonesia juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia
menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan
yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.
Tetapi yang terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan
Perawat yang melakukan "Praktek Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan"
yang sangat tidak relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
- Trend
Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia. - Isu
dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain: Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
3.2 SARAN
Seluruh
perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu
keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam
tatanan layanan keperawatan. Diharapkan agar perawat bisa menindak lanjuti
trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan
Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup
Keperawatan Medikal Bedah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ditjen
PPM dan PPL Depkes RI (2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia . http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf, diakses Selasa, 23 september 2008,
pukul 11.00 WIB
http://muharamiatul.blogspot.com/2012/04/trend-dan-issue-keperawatan-medikal.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar